Kamis, 25 April 2013

Karya Tulis Ilmiah_Tugas Muskuloskeletal 2


Karya Tulis Ilmiah
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN AMBULASI DINI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH



Oleh :
Kelompok 7 / S1-3B

                 
1. Ajeng Kristia Ardini                                      101.0004
2. Aruna Irani                                                   101.0010
3. Christin Shelvy Novianti                                101.0016
4. Farah Elva Febriana                                      101.0040
5. Yusuf Afandi                                                101.0118


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2013


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh cidera, trauma yang mengakibatkan fraktur dapat berubah trauma langsung maupun tidak langsung (Sjamsuhidat & Jong, 2005). Penanganan fraktur pada ekstremitas bawah dapat dilakukan secara konservatif dan operasi sesuai dengan tingkat keparahan fraktur dan sikap mental pasien (Smeltzer & Bare, 2002). Operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidat & Jong, 2005). Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada pasien fraktur meliputi reduksi terbuka dan fiksasai interna (open redaction and internal fixation /ORIF). Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas, mengurangi nyeri dan disatibilitas (Smeltzer & Bare, 2002). Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk disisi tempat tidur sampai pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan dengan bantuan alat sesuai kondisi pasien (Roper, 2002). Beberapa literatur menyebutkan manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah atau mengurangi komplikasi imobilisasi pasca operasi, mempercepat proses pemulihan pasien pasca operasi (Craven & Hirlen, 2009). Catatan perbandingan memperlihatkan bahwa frekwensi nadi dan suhu tubuh kembali kenormal lebih cepat bila pasien berupaya untuk mencapai tingkat aktivitas normal praoperatif secara mungkin. Akhirnya lama pasien dirawat dirumah sakit memendek dan lebih murah, yang lebih jauh merupakan keuntungan bagi rumah sakit dan pasien (Brunner & Suddarth, 2002).
Menurut Saryono (2008) keterbatasan ambulasi akan menyebabkan otot kehilangan daya tahan tubuh, penurunan massa otot dan penurunan stabilitas. Pengaruh penurunan kondisi otot akibat penurunan aktivitas fisik akan terlihat jelas dalam beberapa hari. Massa tubuh yang membentuk sebagian otot mulai menurun akibat peningkatan pemecahan protein. Pada individu normal dengan kondisi tirah baring akan mengalami keterbatasan gerak fisik (Perry & Potter, 2006).
Dukungan keluarga dan melibatkan orang terdekat selama perawatan meminimalkan efek gangguan pisikososial (Saryono, 2008). Efek gangguan psikososial seperti orang yang defresi, atau cemas sering tidak tahan melakukan aktivitas atau mobilisasi, karena mereka mengeluarkan energy yang cukup besar sehingga mudah lelah (Perry & Potter, 2006). Menurut penelitian Yanti (2010) dukungan sosial mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pada pasien pasca operasi ekstremitas bawah. Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik (Saryono, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO) (2004) dalam penelitian Nasution (2010) cidera akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi dijumpai beberapa Negara Amerika Latin (41, 7%), Korea Selatan (21,9%), Thailand (21%). Di Indonesia kecelakaan lalu lintas meningkat dari tahun ketahun. Menurut data Direktorat Keselamatan Transformasi Darat Departemen Perhubungan (2005) jumlah korban kecelakaan lalu lintas tahun 2005 terdapat 33.827 orang. Data Kepolisian RI tahun 2009 terdapat 57.726 kasus kecelakaan di jalan raya, maka dalam setiap 9,1 menit sekali terjadi satu kasus kecelakaan. Tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 organisasi kesehatan tingkat dunia WHO menetapkan sebagai “Dekade Tulang dan Persendian” (Ariotejo, 2009). WHO mencatat, hingga saat ini sebanyak 50 juta orang lainnya menderita luka berat. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab fraktur (patah tulang) terbanyak (Departemen Perhubungan, 2010). Dalam penelitian ini faktor-faktor yang diteliti faktor nyeri, dukungan keluarga, dan pengetahuan.



Kamis, 21 Maret 2013

Kelompok 7

1. Ajeng Kristia Ardini           101.0004
2. Aruna Irani                        101.0010
3. Christin Shelvy Novianti    101.0016
4. Farah Elva Febriana          101.0040
5. Yusuf Afandi                     101.0118