Karya
Tulis Ilmiah
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN AMBULASI DINI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR
EKSTREMITAS BAWAH
Oleh :
Kelompok 7 / S1-3B
1. Ajeng Kristia Ardini 101.0004
2. Aruna Irani
101.0010
3. Christin Shelvy Novianti 101.0016
4. Farah Elva Febriana 101.0040
5. Yusuf Afandi
101.0118
PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh cidera, trauma yang
mengakibatkan fraktur dapat berubah trauma langsung maupun tidak langsung
(Sjamsuhidat & Jong, 2005). Penanganan fraktur pada ekstremitas bawah dapat
dilakukan secara konservatif dan operasi sesuai dengan tingkat keparahan
fraktur dan sikap mental pasien (Smeltzer & Bare, 2002). Operasi adalah
tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau
menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidat & Jong, 2005).
Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada pasien fraktur meliputi reduksi
terbuka dan fiksasai interna (open redaction and internal fixation /ORIF).
Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan
gerakan, stabilitas, mengurangi nyeri dan disatibilitas (Smeltzer & Bare,
2002). Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada
pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk disisi tempat tidur sampai
pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan dengan
bantuan alat sesuai kondisi pasien (Roper, 2002). Beberapa literatur
menyebutkan manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah atau
mengurangi komplikasi imobilisasi pasca operasi, mempercepat proses pemulihan
pasien pasca operasi (Craven & Hirlen, 2009). Catatan perbandingan
memperlihatkan bahwa frekwensi nadi dan suhu tubuh kembali kenormal lebih cepat
bila pasien berupaya untuk mencapai tingkat aktivitas normal praoperatif secara
mungkin. Akhirnya lama pasien dirawat dirumah sakit memendek dan lebih murah,
yang lebih jauh merupakan keuntungan bagi rumah sakit dan pasien (Brunner &
Suddarth, 2002).
Menurut Saryono (2008) keterbatasan ambulasi akan
menyebabkan otot kehilangan daya tahan tubuh, penurunan massa otot dan
penurunan stabilitas. Pengaruh penurunan kondisi otot akibat penurunan
aktivitas fisik akan terlihat jelas dalam beberapa hari. Massa tubuh yang
membentuk sebagian otot mulai menurun akibat peningkatan pemecahan protein.
Pada individu normal dengan kondisi tirah baring akan mengalami keterbatasan
gerak fisik (Perry & Potter, 2006).
Dukungan keluarga dan melibatkan orang terdekat
selama perawatan meminimalkan efek gangguan pisikososial (Saryono, 2008). Efek
gangguan psikososial seperti orang yang defresi, atau cemas sering tidak tahan
melakukan aktivitas atau mobilisasi, karena mereka mengeluarkan energy yang
cukup besar sehingga mudah lelah (Perry & Potter, 2006). Menurut penelitian
Yanti (2010) dukungan sosial mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pada pasien
pasca operasi ekstremitas bawah. Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan
fisik merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik
(Saryono, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO)
(2004) dalam penelitian Nasution (2010) cidera akibat kecelakaan lalu lintas
tertinggi dijumpai beberapa Negara Amerika Latin (41, 7%), Korea Selatan
(21,9%), Thailand (21%). Di Indonesia kecelakaan lalu lintas meningkat dari
tahun ketahun. Menurut data Direktorat Keselamatan Transformasi Darat
Departemen Perhubungan (2005) jumlah korban kecelakaan lalu lintas tahun 2005
terdapat 33.827 orang. Data Kepolisian RI tahun 2009 terdapat 57.726 kasus kecelakaan
di jalan raya, maka dalam setiap 9,1 menit sekali terjadi satu kasus
kecelakaan. Tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 organisasi kesehatan tingkat
dunia WHO menetapkan sebagai “Dekade Tulang dan Persendian” (Ariotejo, 2009).
WHO mencatat, hingga saat ini sebanyak 50 juta orang lainnya menderita luka
berat. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab fraktur (patah tulang)
terbanyak (Departemen Perhubungan, 2010). Dalam penelitian ini faktor-faktor
yang diteliti faktor nyeri, dukungan keluarga, dan pengetahuan.